Makanan Ahli Kitab |
Khamis, September 04, 2008 |
Seorang muslim dibolehkan memakan makanan di rumah ahlulkitab selama makanan itu memang halal dalam syari’at Islam. Sedangkan yang menjadi masalah adalah dalam masalah makanan daging sembelihan, dalam masalah ini syaikh Shalih al Fauzan mengeluarkan fatwa saat ditanya tentang mengkonsumsi daging yang diimpor dari negara non-muslim, Berkata Syaikh (yang bercetak miring):
“Daging yang diimport dari selain negeri kaum muslimin, ada dua jenis.
Pertama : Daging-daging itu berasal dari negeri Ahli Kitab, maksudnya negeri yang penduduknya beragama Nasrani atau Yahudi, dan yang melakukan penyembelihan adalah salah seorang Ahli Kitab dengan penyembelihan yang sesuai syariat.
Daging jenis ini halal dikonsumsi oleh kaum muslimin berdasarkan ijma karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka” [Al-Maidah : 5]
Kata ‘tha’amuhum, maksudnya adalah sembelihan mereka berdasarkan ijma’ ulama. Karena selain sembelihan, seperti biji-bijian, buah-buahan dan lain sebagainya halal, baik berasal dari Ahli Kitab ataupun lainnya.
Kedua : Daging import dari negeri bukan negeri Ahli Kitab, seperti negeri komunis, negeri paganis (penyembah patung).
Daging-daging ini tidak boleh dikonsumsi oleh kaum muslimin, selama penyembelihannya tidak dilakukan oleh seorang Muslim atau seorang Ahlu Kitab (dengan cara penyembelihan yang sesuai syari’at, -red). Jika penyembelihannya diragukan agamanya, atau method penyembelihannya diragukan, apakah dilakukan sesuai dengan tuntunan syari’at atau tidak, maka seorang muslim diperintahkan untuk berhati-hati dan meninggalkan yang syubhat (samar). Sedangkan (daging-daging) yang tidak mengandung syubhat sudah bisa mencukupi (mudah didapat).
Makanan itu sangat berbahaya, jika makanan itu keji (haram) ; karana akan memberikan makanan dengan makanan yang buruk. Dan daging-daging sembelihan itu memiliki kepekaan (sensitifitas) yang besar. Oleh karena itu, disyaratkan pada daging-daging sembelihan itu berasal dari orang-orang yang berhak melakukan penyembelihan, yaitu orang-orang Muslim atau Ahli Kitab, dan cara penyembelihannya dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, berarti daging itu merupakan bangkai, sedangkan bangkai itu (hukumnya) haram. Kesimpulannya, daging-daging yang ditanyakan ini, jika diimport dari negeri Ahli Kitab dan disembelih sesuai dengan tuntunan syari’at, maka daging ini boleh dikonsumsi. Sedangkan jika disembelih tidak sesuai dengan tuntunan syari’at, seperti dengan menggunakan sengatan listrik atau semacamnya, maka (demikian) ini haram.
Jika urusan ini masih samar pada anda, maka tinggalkan daging-daging itu dan beralihlah kepada yang tidak mengandung syubhat. Wallahu a’lam”
[Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 5/320-321, diambil dari ebook almanhaj] Sarani dipetik dari blog http://assunnahsurabaya.wordpress.com/tentang-mahad-assunnah/.
Ape yang penulis nak fokus di sini adalah adakah kite boleh mengkongsumikan makanan di McD (cawangan bukan di negara Islam), sebab produksinya dilakukan oleh ahli kitab. Merujuk di atas kite diharuskan makan makanan tersebut jika berlakunye keperluan. |
|
1 Kritikan: |
-
Barang-barang yang datang dari negeri asing yang bukan negara islam, jika seandainya orang yang melakukan penyembelihannya dari kalangan ahli kitab yaitu Yahudi atau Nasrani, maka boleh memakannya, dan tidaklah pantas ditanya akan cara penyembelihannya, apakah dibaca bismillah waktu menyebelihnya atau tidak. Karena disebabkan nabi telah memakan daging kambing yang dihadiahkan oleh seorang wanita Yahudi di Khubar. Dan Beliau juga telah memakan makanan (daging) yang diundang oleh seorang yahudi. Tahunya dalam makan itu terdapat lemak yang sudah berubah (rasanya), dan beliau tidak pernah bertanya akan cara penyemblihannya, apakah dibacakan bismillah atau tidak.
Di dalam shohih Bukhari, ada sekelompok kaum datang kepada rasulullah wahai rasulullah sesungguhnya ada suatu kaum yang memberi kami daging, dan kami tidak mengetahui apakah dibacakan bismillah atau tidak. Rasulullah bersabda : bacalah oleh kalian (bismillah) dan makanlah. Aisyah berkata : adalah mereka itu orang yang baru masuk islam.
Dalam hadits - hadits ini menunjukkan bahwasanya tidaklah pantas bertanya tentang cara (penyemblihan) apa yang telah terjadi. Jika seandainya orang yang lansung melakukan penyeblihan itu adalah diakui (disahkan oleh agama) perbuatan mereka. Dan ini merupakan dari hikmah dan kemudahan dari ajaran agama. Karena kalau seandainya manusia dituntut untuk meneliti syarat-syarat pada apa yang mereka dapatkan dari orang yang perbuatan (tindakannya) disahkan, tentunya perbuatan ini akah menjadi kesulitan dan keberatan jiwa yang menjadikan syariat ini sebagai syariat yang menyulitkan dan memberatkan. Adapun kalau sandainya daging sembelihan itu didatangkan dari negara asing, dan yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal hasil sembelihannya seperti Majusi (Hindu, Buda) atau pengibadat berhala dan orang-orang yang tidak memiliki agama, maka tidak halal untuk memakannya, karena Allah tidak menghalalkan makanan (daging) dari selain muslimin, kecuali makanan dari orang-orang yang diturunkan kitab kepada mereka yaitu Yahudi dan Nasrani.
Tapi kalau kita ragu, siapakah yang menyembelihnya apakah orang yang halal hasil sembelihannya atau tidak, maka tidak mengapa (untuk menanyakan hal yang demikian- pent). Ahli fikih telah berkata -semoga Allah merahmati mereka : jika didapatkan daging sembelihan terbuang di tempat yang hasil sembelihan kebanyakan penduduk tempat itu halal, maka daging itu adalah halal. Hanya saja pada kondisi seperti ini seyogyanya untuk menjauhi daging itu dan pindah kepada yang tidak ada keraguan di dalamnya. Maka contoh untuk ini adalah, kalau seandainya daging didatangkan dari orang yang sembelihannya halal. Sebagian mereka menyembelih dangan cara syar'I, yaitu dengan mengeluarkan darah dengan benda tajam, bukan dengan gigi atau kuku, dan sebagain yang lain meyembelih dengan cara yang tidak syar'I, tahunya yang terbanyak dilakukan adalah cara pertama yang syar'I, maka tidak mengapa memakan daging yang didatangkan dari daerah itu, demi mengambil perbuatan yang terbanyak. Akan tetapi yang lebih baik dilakukan adalah untuk menjauhi makanan tersebut karena wara' (bersih dari hal-hal syubhat). Syeikh Ibnu Utsaimin buku fatawa ulama biladul haram. Hal : 1077.
Adapun pertanyaan yang ketiga : binatang Laut tidak perlu disembelih, bahkan bangkainya (yang mati) boleh adalah halal. Berdasarkan sabda rasulullah saat ditanya tentang air laut : Dia airnya suci dan bangkai binatangnya Halal (H.R. Ashabus sunan, Imam Ahmad, dishahihkan oleh seyikh Al Albani, lihat Shohih Al Jami' II/1184 ) dengan artian tidak perlu disembelih. Wallahu 'alam.
*********************************** Ust.Elvi Syam
|
|
<< To Main Page |
|
|
|
Barang-barang yang datang dari negeri asing yang bukan negara islam, jika seandainya orang yang melakukan penyembelihannya dari kalangan ahli kitab yaitu Yahudi atau Nasrani, maka boleh memakannya, dan tidaklah pantas ditanya akan cara penyembelihannya, apakah dibaca bismillah waktu menyebelihnya atau tidak. Karena disebabkan nabi telah memakan daging kambing yang dihadiahkan oleh seorang wanita Yahudi di Khubar. Dan Beliau juga telah memakan makanan (daging) yang diundang oleh seorang yahudi. Tahunya dalam makan itu terdapat lemak yang sudah berubah (rasanya), dan beliau tidak pernah bertanya akan cara penyemblihannya, apakah dibacakan bismillah atau tidak.
Di dalam shohih Bukhari, ada sekelompok kaum datang kepada rasulullah wahai rasulullah sesungguhnya ada suatu kaum yang memberi kami daging, dan kami tidak mengetahui apakah dibacakan bismillah atau tidak. Rasulullah bersabda : bacalah oleh kalian (bismillah) dan makanlah. Aisyah berkata : adalah mereka itu orang yang baru masuk islam.
Dalam hadits - hadits ini menunjukkan bahwasanya tidaklah pantas bertanya tentang cara (penyemblihan) apa yang telah terjadi. Jika seandainya orang yang lansung melakukan penyeblihan itu adalah diakui (disahkan oleh agama) perbuatan mereka. Dan ini merupakan dari hikmah dan kemudahan dari ajaran agama. Karena kalau seandainya manusia dituntut untuk meneliti syarat-syarat pada apa yang mereka dapatkan dari orang yang perbuatan (tindakannya) disahkan, tentunya perbuatan ini akah menjadi kesulitan dan keberatan jiwa yang menjadikan syariat ini sebagai syariat yang menyulitkan dan memberatkan.
Adapun kalau sandainya daging sembelihan itu didatangkan dari negara asing, dan yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal hasil sembelihannya seperti Majusi (Hindu, Buda) atau pengibadat berhala dan orang-orang yang tidak memiliki agama, maka tidak halal untuk memakannya, karena Allah tidak menghalalkan makanan (daging) dari selain muslimin, kecuali makanan dari orang-orang yang diturunkan kitab kepada mereka yaitu Yahudi dan Nasrani.
Tapi kalau kita ragu, siapakah yang menyembelihnya apakah orang yang halal hasil sembelihannya atau tidak, maka tidak mengapa (untuk menanyakan hal yang demikian- pent).
Ahli fikih telah berkata -semoga Allah merahmati mereka : jika didapatkan daging sembelihan terbuang di tempat yang hasil sembelihan kebanyakan penduduk tempat itu halal, maka daging itu adalah halal. Hanya saja pada kondisi seperti ini seyogyanya untuk menjauhi daging itu dan pindah kepada yang tidak ada keraguan di dalamnya. Maka contoh untuk ini adalah, kalau seandainya daging didatangkan dari orang yang sembelihannya halal. Sebagian mereka menyembelih dangan cara syar'I, yaitu dengan mengeluarkan darah dengan benda tajam, bukan dengan gigi atau kuku, dan sebagain yang lain meyembelih dengan cara yang tidak syar'I, tahunya yang terbanyak dilakukan adalah cara pertama yang syar'I, maka tidak mengapa memakan daging yang didatangkan dari daerah itu, demi mengambil perbuatan yang terbanyak. Akan tetapi yang lebih baik dilakukan adalah untuk menjauhi makanan tersebut karena wara' (bersih dari hal-hal syubhat).
Syeikh Ibnu Utsaimin buku fatawa ulama biladul haram. Hal : 1077.
Adapun pertanyaan yang ketiga : binatang Laut tidak perlu disembelih, bahkan bangkainya (yang mati) boleh adalah halal. Berdasarkan sabda rasulullah saat ditanya tentang air laut : Dia airnya suci dan bangkai binatangnya Halal (H.R. Ashabus sunan, Imam Ahmad, dishahihkan oleh seyikh Al Albani, lihat Shohih Al Jami' II/1184 ) dengan artian tidak perlu disembelih. Wallahu 'alam.
***********************************
Ust.Elvi Syam